Kamis, 04 Februari 2016

Adab Memberi Faidah atau Nasehat dalam Media Sosial

بسم الله الرحمن الرحيم

📑 Adab Memberi Faidah atau Nasehat dalam Media Sosial

📃 Memberi faidah ilmu atau nasehat singkat baik melalui SMS atau status di jejaring sosial seperti facebook, BBM, Whats App, dll adalah amal mulia, salah satu bentuk taqarrub ilallah yang berpahala -insya Allah-.

📌 Namun ada yang perlu diperhatikan terkait dengan perbuatan ini, diantaranya adalah beberapa hal berikut:

1). Niat dan ini penting. Bahkan lebih penting dari amal shaleh itu sendiri.

⇨ Yahya bin Abi Katsir berkata, “Pelajarilah tentang niat, karena ia lebih penting dari amal.” (Jami Al Ulum wal Hikam, hal 18). Maka, hendaknya dilakukan dengan ikhlas, bermujahadah (bersungguh-sungguh) melawan niat riya, pamer, ingin dipuji, atau dapat jempol banyak dan lain-lain.

⇨ Mengapa harus bermujahadah? Karena mengikhlaskan niat itu tidak mudah. Sufyan Atsauri berkata, “Tidak ada sesuatu yang paling sulit aku hadapi selain niatku, karena ia senantiasa berbolak-balik.” Jangan sampai, niat mulia menebar ilmu berubah menjadi pamer ilmu. Nas`lullahal ‘afwa wal ‘aafiyah.


2). Memastikan bahwa pesan, ilmu atau nasehat itu dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah baik yang terdapat dalil yang mendukungnya dari Al Qur’an, Sunnah dan perkataan para sahabat.

⇨ Standar ilmiah bisa dirangkum dengan ungkapan: “shahih secara riwayat dan benar secara istinbath“.

⇨ Terkadang, seseorang menukil dalil dari Al Qur’an atau hadis, tapi cara pendalilannya, tafsirnya, atau pemahamannya tidak sesuai dengan kaidah-kaidah syar’i.

⇨ Oleh karena itu, ini juga harus diwaspadai. Akan lebih selamat jika kita memakai pendalilan atau tafsir para ulama yang kredibel dalam memahami dalil-dalil syar’i.

3). Menjaga amanah ilmiah.

⇨ Hendaknya selalu berusaha mencantumkan sumber dari mana ilmu atau faidah itu kita dapatkan. Hal ini agar kita tidak termasuk orang-orang yang mendapat ancaman hadits, “Orang yang mengaku-ngaku memiliki (al mutasybbi’) dengan sesuatu yang tidak dimilikinya, maka ia seperti orang yang memakai dua pakaian kedustaan.” (HR Bukhari Muslim).

4). Hendaknya tidak menuliskan sesuatu yang bersinggungan dengan syubhat dan masalah ilmiah yang memiliki tingkat kesulitan diluar kapasitas kita. Sehingga kemudian tidak memunculkan debat kusir yang tidak bermanfaat.

5). Menjaga akhlak mulia.

⇨ Walaupun dalam bentuk tulisan, hendaknya tetap memperhatikan sopan santun dan etika, tidak mengandung celaan, kata-kata kasar dan bermuatan menjatuhkan kehormatan orang lain.

6). Mempertimbangkan maslahat dan mafsadat serta tepat sasaran.

7). Tidak mudah berfatwa, karena fatwa memiliki kehormatan yang tidak boleh dilakukan sembarang orang. Sehingga dikatakan, “Orang yang paling berani berfatwa, adalah orang yang paling sedikit ilmunya”. [Ust. Abu Khalid Reza, Lc]

والله أعلم. سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ، وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

📝 Permata Sunnah
🔊 Silakan SHARE pada yang lain yang belum mengetahui, Anda pun bisa dapat bagian dari pahala.

📂 Ikuti kami di WA Permata Sunnah 085255343898 (Wanita) & 082293083907 (Pria) dan JOIN Telegram di : https://goo.gl/bEkgn9